Manusia
Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
Dalam bahasa Latin
individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi
merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang
kecil atau terbatas. Manusia sebagai mahluk individu memiliki unsur jasmani dan
rohani, unsur fisik dan psikis, unsur jiwa dan raga. Jika unsur-unsur tersebut
sudah tidak menyatu maka seseorang tidak lagi dikatakan sebagai individu. Jika
seseorang hanya tinggal fisik, raga atau jasmaninya saja maka ia tidak
dikatakan sebagai individu.
Karakteristik yang khas
dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki
kepribadian yang membedakan dirinya dengan yang lain. Kepribadian seseorang itu
dipengaruhi faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling
berinteraksi terus menerus.
Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari pengaruh orang lain. Selain itu manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial dikarenakan pada diri manusia ada dorongan
untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social
need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan
untuk mencari kawan atau teman. Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain,
sering kali didasari atas kesamaan ciri atau kepentingannya masing-masing.
Seorang manusia, selama ia hidup tidak akan terlepas dari pengaruh masyarakat,
di rumah, di sekolah, dan lingkungan yang lebih besar manusia tidak akan lepas
dari pengaruh orang lain. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai makhluk
sosial, yaitu makhluk yang di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri
dari pengaruh orang lain.
Dapat disimpulkan,
bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena beberapa alasan, yaitu:
(1) manusia tunduk pada aturan; (2) perilaku manusia mengharapkan suatu
penilaian dari orang lain; (3) manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi
dengan orang lain; (4) potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di
tengah-tengah manusia.
Interaksi Sosial
dan Sosialisasi
Interaksi sosial adalah
hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial dan
masyarakat. Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling
pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Karena manusia dalam
kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Interaksi
sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor : imitasi, sugesti,
identifikasi, dan simpati.
Ada dua macam proses
sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu :
1. Proses
Asosiatif, yang terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi,
dan akulturasi
2. Proses
Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan
pertentangan/pertikaian/konflik.
Bentuk Interaksi Asosiatif :
a. Kerjasama
(cooperation), kerjasama timbul akibat orientasi perorangan terhadap
kelompoknya dan kelompok lainnya.
b. Akomodasi
(accommodation) yaitu adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang
perseorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan
nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
Bentuk Interaksi Disosiatif :
a. Persaingan
(competition), bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang
bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik
perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan
kekerasan.
b. Kontravensi
(contravention), ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang,
perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian terhadap kepribadian
seseorang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan
atau pertikaian.
c. Pertentangan
(conflict), suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha
untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman
atau kekerasan.
Dalam masyarakat
terjadi proses sosialisasi. Sosialisasi itu sendiri diartikan sebagai suatu
proses dimana seseorang belajar untuk menerapkan pegaruh serta mendapatkan
pengaruh dari orang lain atau suatu kelompok tertentu. Mungkin lebih konkritnya
dapat diartikan suatu proses dimana seorang anak belajar menjadi seorang
anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Sosialisasi terjadi melalui
agen-agen sosialisasi seperti : keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
sistem pendidikan.
Pada tahap awal
sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya berinteraksi dengan anggota
keluarga, terutama ayah dan ibu. Sosialisasi seperti ini terjadi pada masa
sosialisasi primer, yaitu sosialisasi pertama yang dijalani individu dari
semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi
sekunder yaitu proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah
disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia obyektif masyarakatnya. (Berger
dan Luckmann, 1967:130). Dan sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder ini
termasuk ke dalam bentuk-bentuk sosialisasi.
Menurut Jaeger (1977,
dengan mengutip karya Bronfenbrenner dan Kohn) pola-pola sosialisasi ada dua
pola yaitu :
1. Pola
yang represi (repressive socialization), sosialisasi dengan cara represi
menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Peranan keluarga sebagai
significant other.
2. Pola
partisipasi (participatory socialization), sosialisasi yang didalamnya anak
diberi imbalan manakala berperilaku baik, hukuman dan imbalan bersifat
simbolis. Disini anak lebih diberi kebebasan dalam hak dan kewajibannya.
Masyarakat
dan komunitas
Dalam konteks keseharian, sering kali
terjadi kesalah pemahaman antara masyarakat (society) dengan
komunitas/masyarakat setempat (community). Dua istilah (konsep) tersebut sering
ditafsirkan secara sama, padahal dari segi pengertiannya pun sangat berbeda
artinya.
Masyarakat (society) adalah kumpulan
orang yang sudah terbentuk dengan lama, sudah memiliki sistem dan struktur
sosial tersendiri , memiliki sistem kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki
bersama, adanya kesinambungan dan pertahanan diri, dan memiliki kebudayaan.
Masyarakat setempat (community) adalah
bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti
geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara anggota-anggotanya.
Dari ungkapan diatas, dapat di
sederhanakan bahwa pengertian masyarakat (society) sifatnya lebih umum dan
lebih luas, sedangkan pengertian masyarakat setempat (community) lebih terbatas
dan juga dibatasi oleh areal kawasannya, serta jumlah warganya. Namun, ditinjau
dari aktivitas hubungannya, lebih erat pada masyarakat setempat (community)
daripada masyarakat (society), dan persatuannya pun lebih erat.
Dalam pembahasan pada bab ini dibahas
pula tentang masyarakat desa dan masyarakat kota. Banyak pengertian serta
perbedaan dan persamaan yang diungkapkan pada pembahasan ini, tetapi saya hanya
akan menyebutkan ciri-ciri dari masing-masing masyarakat tersebut yang paling
mendasar agar lebih mudah untuk dipahami.
Desa sering kali ditandai dengan
kehidupan yang tenang, jauh dari hikuk pikuk keramaian, penduduknya
ramah-tamah, saling mengenal satu sama lain, mata pencaharian penduduknya
kebanyakan banyak yang seprofesi contohnya yaitu sebagai petani atau nelayan.
Berbeda halnya dengan kota, di kota sering kali ditandai dengan kehidupan yang
ramai, wilayahnya luas, banyak penduduknya, hubungan yang tidak erat satu sama
lain (individualistis), dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.
Selain itu dalam bab ini membahas
tentang masyarakat multikultural. Istilah multikultural di masyarakat
Indonesia, sebenarnya sudah tidak asing lagi, karena kita telah memiliki
semboyan Bhineka Tunggal Ika yang
menjadi salah satu kesepakatan bersatunya suku bangsa di Indonesia menjadi
sebuah kelompok sosial besar yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat multikultural ini memiliki konsep multikulturalisme, yang intinya
kesediaan menerima kelompok lain secarabsama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan
perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Multikulturalisme
memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di
dalam ruang publik.
Multikultural ini tentunya mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan
global. Tetapi pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang
bersifat negatif. Positifnya dapat meningkatkan sikap keterbukaan terhadap
perbedaan, sementara negatifnya dapat memunculkan problem atau masalah dari
perbedaan-perbedaan tersebut yang kurang diterima oleh masyarakat tertentu dan
menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar