Pembelajaran Sejarah
1.
Pengertian Sejarah
a.
Etimologi
Kata sejarah secara harafiah berasal dari bahasa Arab (شجرة: šajaratun)
yang artinya Pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah
disebut tarikh (تاريخ). Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia
artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah
lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau
orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang
berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte
yang berarti sudah terjadi.
Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai
dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun
begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa
Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis
historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang
terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.
Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat
ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh
karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para
sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi.
b.
Pengertian
menurut para ahli
·
J.V. Bryce
Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan
diperbuat oleh manusia.
·
W.H. Walsh
Sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja
bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman
manusia di masa lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang
berarti.
·
Patrick Gardiner
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.
·
Roeslan Abdulgani
Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan
menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta
kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk
kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitiannya tersebut, untuk
selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan
keadaan sekarang serta arah proses masa depan.
·
Moh. Yamin
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun
atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan
kenyataan.
·
Ibnu Khaldun (1332-1406)
Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang
masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat
masyarakat itu.
·
Moh. Ali
Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas
pengertian sejarah sebagai berikut:
1.
Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa
dalam kenyataan di sekitar kita.
2.
Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau
peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
3.
Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan,
kejadian, dan atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah
adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian
yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam
kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi,
unik, dan penting.
·
Peristiwa yang abadi
Peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan tetap dikenang sepanjang masa.
·
Peristiwa yang unik
Peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak
pernah terulang persis sama untuk kedua kalinya.
·
Peristiwa yang penting
Peristiwa sejarah mempunyai arti dalam menentukan
kehidupan orang banyak.
2.
Tujuan Pendidikan Sejarah
Tujuan Pendidikan
Sejarah menurut Ismaun (2011:114), :
1.
Mampu memahami
sejarah dalam hal:
a.
Memiliki
pengetahuan dan pemahaman tentang peristiwa
b.
Memiliki
kemampuan berpikir secara kritis yang dapat digunakan untuk menguji dan memanfaatkan
pengetahuan sejarah.
c.
Memiliki
keterampilan sejarah yang dapat digunakan untuk mengkaji berbagai informasi
yang sampai kepadanya guna menentukan keabsahan informasi tersebut
d.
Memahami dan
mengkaji setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakat di lingkungan
sekitarnya serta digunakan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
analistis.
2.
Memiliki
kemampuan dan kesadaran serta mampu memahami sejarah dalam hal:
a.
Memiliki
pengetahuan dan penanaman tentang peristiwa
b.
Memiliki
kemampuan berpikir secara kritis yang dapat digunakan untuk menguji dan
memanfaatkan pengetahuan sejarah
c.
Memiliki
keterampilan sejarah yang dapat digunakan untuk mengkaji berbagai informasi
yang sampai kepadanya guna menentukan keaslian informasi tersebut
d.
Memahami dan
mengkaji setiap perubahan yang terjadi dalam masyarakat di lingkungan
sekitarnya serta digunakan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
analistis.
3.
Memiliki
kesadaran sejarah, dalam arti:
a.
Memiliki
kesadaran akan pentingnya dan berharganya waktu untuk dimanfaatkan sebaik−baiknya
b.
Kesadaran akan
terjadinya perubahan terus menerus sepanjang kehidupan umat manusia serta
lingkungannya
c.
Kesadaran akan
memiliki kemampuan untuk menyaring nilai/nilai yang terkandung dalam suatu
peristiwa sejarah
d.
Memiliki kemampuan
untuk menyaring nilai−nilai yang terkandung dalam sejarah, memilih serta
mengembangkan nilai−nilai yang positif bagi dirinya
e.
Memiliki kemauan
dan kemampuan untuk mengambil teladan yang baik untuk bagi para tokoh pelaku
untuk tidak mengulangi lagi atau menghindari dan meniadakan hal/hal bersifat
negatif dalam peristiwa sejarah.
4.
Memiliki wawasan
sejarah, dalam arti:
a.
Memiliki wawasan
tentang kelangsungan dan perubahan (Contin and change) dalam sejarah sebagai
satu kesatuan tiga dimensi waktu; masa yang lalu, masa sekarang, dan masa yang
akan datang.
b.
Memiliki wawasan
terhadap tiga dimensi waktu sejarah sebagai rangkaian kausalitas sejarah
c.
Memiliki
kemampuan belajar dari pengalaman sejarah masa lampau, melihat kenyataan
sekarang, dan mengutamakan pandangan masa depan yang lebih maju dan bermutu
baik.
3.
Landasan Pendidikan Sejarah
Landasan
Filosofis Pembelajaran Sejarah
Filosofi
untuk kurikulum studi−studi sosial dan juga kurikulum mata pelajaran lainnya
telah berdasarkan pada essensialisme dan perenialisme. Selama ini lebih dari lima
dekade pengembangan kurikulum di Indonesia telah di dominasi oleh dua filosofi
tersebut. Dengan essensialisme berarti bahwa tujuan pendidikan dan oleh karena
itu kurikulum harus di arahkan terhadap
“pengembangan intelek, keunggulan akademik”. Perenialisme memiliki arah yang
sama yaitu utuk “pengembangan kekuatan rasional” dan “keunggulan akademik”.
Pendidikan harus mengembangan kapasitas manusia dan ini berarti kurikulum studi−studi
sosial harus mempertimbangkan semua jenis intelejensi. Ini berarti untuk dapat
berkonstribusi terhadap pengembangan kapasitas manusia, kurikulum studi−studi
sosial harus memiliki orientasi baru dalam filosofi. (Hasan,2009:2)
Kesadaran
sejarah dalam pembelajaran sejarah memerlukan partisipasi aktif, memecahkan
masalah dan kerja sama. Guru berperan sebagai fasilitator, dan pembimbing untuk
mendorong berkembangnya how to learn pada
diri siswa. Beberapa indikator siswa yang memiliki kesadaran sejarah adalah
tumbuhnya minta perhatian, rasa hayat sejarah, dan kerja sama. Keseluruhan
indikator tersebut mencerminkan adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Peningkatan
kesadaran sejarah siswa sebagai salah satu tujuan kurikulum baru adalah
pandangan filosofi konstruktivisme. Konstruktivisme didasarlan pada pendapat
bahwa kita semua membangun presfektif dunia kita sendiri melalui (schema) dan
pengalaman individu.(Isjoni:57).
Berdasarkan
pandangan filofofis kontruktivisme bahwa konstruktivisme memusatkan pembelajaran
dengan menyiapkan siswa untuk memecahkan masalah yang rancu. Margel (dalam
Isjoni, 2008:57) mengatakan bahwa pengetahuan dibangun dari pengalaman .
Filsafat
konstruktivisme menurut Jalal dan Supriadi (dalam, Isjoni:57,58) bahwa:
1.
Pengetahuan
berdasarkan subjek.
2.
Subjek membentuk
sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk
pengetahuan.
3.
Pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang yang membentuk pengetahuan ketika
berhadapan dengan pengalaman.
Berdasarkan
Filsafat Konstruktivisme Jean Piaget (dalam, Isjoni:58) mengatakan:
Pengetahuan
dibangun secara aktif oleh individu sendiri dengan berbagai cara dengan
membaca, mendengar, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen dalam
pandangan kontsruktivisme peserta didik diharapkan memiliki kemampuan berpikir
untuk menyelesaikan setiap persoalan.
Sejalan
dengan pandangan ahli diatas bahwa filsafat konstruktivisme yang menjadi
landasan dari pembelajaran sejarah adalah pengetahuan dibangun oleh pengalaman
siswa sendiri, pengetahuan itu berdasarkan pengalaman diri siswa, dan
pengetahuan dibangun dengan berbagai cara membaca, mendengar, bertanya,
menelusuri dan melakukan eksperimen dalam pandangan kontsruktivisme peserta
didik diharapkan memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan.
4. Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
a.
Pengertian
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di
Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan
nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan
pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter
bangsa.
Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter
bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan
pendidikan. Pengertian yang dikemukakan di sini dikemukakan secara teknis dan
digunakan dalam mengembangkan pedoman ini. Guru-guru Antropologi, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan mata pelajaran lain, yang istilah-istilah itu menjadi
pokok bahasan dalam mata pelajaran terkait, tetap memiliki kebebasan sepenuhnya
membahas dan berargumentasi mengenai istilah-istilah tersebut secara akademik.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma,
dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia
dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma
dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem
sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi,
seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi
dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia diatur oleh sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya. Ketika kehidupan
manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah sistem
sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang
diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai
untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti
jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan
karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat
dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena
manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan
karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan
budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya
dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta
didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan
sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter
bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik
budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri
peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa
dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat
dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh
pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh
karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi
generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam
proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan
nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan
kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah
dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri
peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai
anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan
kreatif .
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter
sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang.
Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang
sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat
suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama
sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan
pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari budaya sekolah.
b.
Landasan
Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta
didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan
peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik
hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah
budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan
peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka
mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang
“asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih
mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari
budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan
yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut
oleh ummat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat
maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya
sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan
terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar
tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena
dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula
kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada
titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro
akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan
menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara
bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri
ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang
diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD
1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan
keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan
nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan
prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh
bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk
mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai
budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang,
serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa. Oleh
karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu
proses pendidikan.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu
menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata
pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama,
pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta ketrampilan). Dalam mengembangkan
pendidikan karakter bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah
bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan
baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa
diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa
kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan,
wawasan, dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup
(geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku
dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan, dan
politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa Indonesia dengan cara
berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya, perlu
ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi
dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum
yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik
akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat,
bangsa, dan bahkan umat manusia.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan
nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.
Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh
karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah
pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa
Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan
pendidikan nasional.
c.
Fungsi
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
·
Pengembangan
pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi
pribadi berperilaku baik. Ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan
perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
·
Perbaikan
Memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk
bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih
bermartabat.
·
Penyaring
Untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya
bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
yang bermartabat.
d.
Tujuan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya dan
karakter bangsa adalah:
·
Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta
didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa.
·
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik
yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius.
·
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
·
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
·
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
e.
Nilai-nilai
dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa
diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini :
·
Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh
karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada
ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun
didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu,
maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
·
Pancasila
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,
ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter
bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih
baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
·
Budaya
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang
hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna
terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu.
Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan
budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
·
Tujuan Pendidikan Nasional
Sebagai
rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,
dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur.
Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki
warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah
sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, teridentifikasi sejumlah nilai untuk
pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini :
No.
|
Nilai
|
Deskripsi
|
1
|
Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
|
2
|
Jujur
|
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
|
3
|
Toleransi
|
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
|
4
|
Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
5
|
Kerja Keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
6
|
Kreatif
|
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
|
7
|
Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
|
8
|
Demokratis
|
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
|
9
|
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
|
10
|
Semangat Kebangsaan
|
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
|
11
|
Cinta Tanah Air
|
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
|
12
|
Menghargai Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
|
13
|
Bersahabat/
Komuniktif
|
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
|
14
|
Cinta Damai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
|
15
|
Gemar Membaca
|
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
|
16
|
Peduli Lingkungan
|
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
|
17
|
Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
|
18
|
Tanggung-jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.
|
Catatan:
Sekolah dan guru dapat menambah atau pun mengurangi nilai-nilai tersebut
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi
SK/KD dan materi bahasan suatu mata pelajaran. Meskipun demikian, ada 5 nilai
yang diharapkan menjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap sekolah yaitu
nyaman, jujur, peduli, cerdas, dan tangguh/kerjakeras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar